Pasti kita sangat familier dangan symbol ini
‘@’, yang hampir setiap hari kita gunakan, terutama bila kita sering surat
menyurat menggunakan email. Kita membacanya dengan ‘at’ tapi ternyata banyak
kata untuk menyebut bentuk a yang lucu tersebut.
Seperti orang Belanda menyebutnya dengan ‘apestaart’ yang berarti ekor monyet, orang Denmark menyebut ‘snabel’ artinya belalai gajah. Orang-orang Jerman menjuluki symbol ‘@’ dengan ‘klammeraffe’ yang berarti monyet yang menggantung dan orang Hungaria menyebut ‘kukac’ yang artinya cacing. Orang Korea menamai simbol itu dengan ‘dalphaengi’ alias keong, orang Norwegia menyebut ‘grishale’ alias ekor babi, yang aneh adalah orang Rusia menyebutnya sebagai anjing kecil alias ‘sobachka’.
Dahulu sebelum menjadi penggunaan standard pada alamat email, symbol @ biasa digunakan untuk mengindikasikan harga atau berat sesuatu benda. Sebagai contoh, jika kita membeli 5 buah jeruk dengan harga masing-masingnya adalah Rp 5.000, maka kita menuliskannya dengan 5 jeruk @ Rp. 5.000.
Sementara mengenai asal usul symbol tersebut tidak banyak yang tahu secara pasti. Ada yang menyebut symbol itu digunakan oleh para biksu untuk membuat salinan buku saat mesin cetak belum ditemukan. Karena harus menulis semua buku dengan tulisan tangan maka mereka banyak menggunakan singkatan-singkatan untuk mempercepat pekerjaan, di antaranya adalah kata ‘at’ dituliskan menjadi @. Walau sepertinya tidak terlalu banyak membuat perbedaan tapi mungkin juga sebab seluruh hidup mereka dihabiskan untuk membuat salinan naskah.
Ada juga yang mengisahkan bahwa asal simbol @ digunakan sebagai singkatan untuk kata ‘amphora’, yang merupakan unit pengukuran yang digunakan untuk menentukan jumlah yang dapat dimuat oleh guci terra cotta besar yang digunakan untuk mengisi anggur maupun gandum.
Giorgio Stabile, seorang sarjana Italia, menemukan penggunaan simbol @ dalam sebuah surat yang ditulis pada tahun 1536 oleh seorang pedagang Fiorentina bernama Francesco Lapi. Nampaknya itu yang menjadi alas an mengapa symbol @ kemudian menjadi identik dengan hal-hal yang berkaitan dengan jumlah sesuatu.
Sumber : Klik Disini
Seperti orang Belanda menyebutnya dengan ‘apestaart’ yang berarti ekor monyet, orang Denmark menyebut ‘snabel’ artinya belalai gajah. Orang-orang Jerman menjuluki symbol ‘@’ dengan ‘klammeraffe’ yang berarti monyet yang menggantung dan orang Hungaria menyebut ‘kukac’ yang artinya cacing. Orang Korea menamai simbol itu dengan ‘dalphaengi’ alias keong, orang Norwegia menyebut ‘grishale’ alias ekor babi, yang aneh adalah orang Rusia menyebutnya sebagai anjing kecil alias ‘sobachka’.
Dahulu sebelum menjadi penggunaan standard pada alamat email, symbol @ biasa digunakan untuk mengindikasikan harga atau berat sesuatu benda. Sebagai contoh, jika kita membeli 5 buah jeruk dengan harga masing-masingnya adalah Rp 5.000, maka kita menuliskannya dengan 5 jeruk @ Rp. 5.000.
Sementara mengenai asal usul symbol tersebut tidak banyak yang tahu secara pasti. Ada yang menyebut symbol itu digunakan oleh para biksu untuk membuat salinan buku saat mesin cetak belum ditemukan. Karena harus menulis semua buku dengan tulisan tangan maka mereka banyak menggunakan singkatan-singkatan untuk mempercepat pekerjaan, di antaranya adalah kata ‘at’ dituliskan menjadi @. Walau sepertinya tidak terlalu banyak membuat perbedaan tapi mungkin juga sebab seluruh hidup mereka dihabiskan untuk membuat salinan naskah.
Ada juga yang mengisahkan bahwa asal simbol @ digunakan sebagai singkatan untuk kata ‘amphora’, yang merupakan unit pengukuran yang digunakan untuk menentukan jumlah yang dapat dimuat oleh guci terra cotta besar yang digunakan untuk mengisi anggur maupun gandum.
Giorgio Stabile, seorang sarjana Italia, menemukan penggunaan simbol @ dalam sebuah surat yang ditulis pada tahun 1536 oleh seorang pedagang Fiorentina bernama Francesco Lapi. Nampaknya itu yang menjadi alas an mengapa symbol @ kemudian menjadi identik dengan hal-hal yang berkaitan dengan jumlah sesuatu.
Sumber : Klik Disini
0 komentar:
Posting Komentar